Pakan Ayam Petelur



Untuk meminimalkan biaya produksi dalam pemeliharaan ayam petelur adalah dengan mencampur pakan sendiri. Karena biaya pakan merupakan biaya yang paling besar yaitu 70% dari biaya produksi.
Jagung dan dedak merupakan bahan pakan untuk dicampur dengan konsentrat dengan PK 35%. Kamis 6 Februari 2020 ada jagung datang ke kandang Ayam Petelur Bapak Sutaji tempat prakerin siswa SMKN 2 Berau. Jagung kering yang sudah dipipil berasal dari Talisayan dengan harga 5000 rupiah per kg. Jagung yang dibongkar kali ini seberat 7741 kg. Berikut ini dokumentasi bongkar jagung.






Tata cara pemberian pakan ayam petelur adalah salah satu kunci keberhasilan budidaya. Hal ini karena pakan sangat erat kaitannya dengan untung rugi usaha, mengingat pakan ayam petelur tidak murah.

Ayam layer atau ayam petelur adalah ayam betina dewasa yang sengaja dipelihara untuk diambil telur. Ayam ini bisa dipelihara dikandang kloni atau dikandang batrei. Tapi lebih disarankan menggunakan kandang batrei.

Kalau pemberian pakan tidak pas bisa jadi rugi. Kalau pakan terlalu banyak boros dan kalau sedikit ayam tidak produktif. Belum lagi harus memberi pakan ayam sesuai kebutuhan tingkatan umur. Untuk itu kami mencoba memberi info sedikit mengenai hal itu.

Seperti yang sudah diketahui pakan Ayam dibedakan berdasarkan umur, yaitu periode starter, grower, layer.

1. Periode stater adalah ayam umur 0 – 4 minggu  (anak ayam)
2. Periode grower adalah ayam umur 4 – 16 minggu (masa pertumbuhan)
3. Periode layer adalah ayam umur 16 minggu – sampai akhir (masa produksi telur)

Info dibawah ini adalah pakan ayam untuk periode layer

Pakan ayam boleh menggunakan yang sudah jadi, tinggal beli saja banyak dijual di toko peternakan sudah dikemas atau bisa juga meracik sendiri asal sesuai kandungan gizi.

Kalau ingin membuat sendiri ini ada patokan kandungan gizi yang harus dipenuhi menurut SNI sebagai berikut :

Persyaratan Mutu Pakan

Cara meracik sendiri pakan ayam petelur

Mengacu pada tabel diatas dapat meracik sendiri pakan ayam layer petelur. Untuk lebih jelas dibawah ini contoh yang dapat diikuti atau boleh juga membuat dengan komposisi lain

Siapkan 8 bahan pakan untuk meracik pakan layer ayam petelur yaitu jagung, dedak padi, bungkil kedelai, kapur/lime stone granular, DCP (dicalcium phospat), garam, vitamin premix & mineral premik.

Lebih jelasnya seperti ini :

Jagung50 %
Dedak Padi10 %
Bungkil Kedelai28 %
Kapur/LSG9%
DCP2.5 %
Garam0.3 %
vitamin premix0.1 %
mineral premix0.1 %
Total100 %

Catatan : Vitamin premix & mineral premix dosis bisa disesuaikan dengan rekomendasi dalam kemasan.

Contoh diatas juga bisa diganti dengan bahan baku lain tergantung ketersediaan di tempat masing masing. Bahan pengganti atau tambahan kira kira seperti dibawah ini

CPO1 %dapat menggantikan 2% Jagung atau 3% Dedak Padi
Bungkil Kelapa1 %dapat menggantikan 0.5% Bungkil kedelai
CGM1 %dapat menggantikan 1.25% bungkil kedelai
tepung ikan1 %dapat menggantikan 1% Bungkil kedelai
MBM1 %dapat menggantikan 1% Bungkil kedelai
Pollard1 %dapat menggantikan 0.75% Dedak Padi atau 0.5% jagung
RSM1 %dapat menggantikan 0.75% Bungkil kedelai
PKM (inti sawit)1%dapat menggantikan 0.25% Bungkil kedelai

Itulah tadi contoh racikkan  pakan ayam petelur

 

Waktu pemberian pakan ayam petelur

Pemberian pakan ayam petelur dapat diberikan 2 kali sehari pada pagi hari dan sore.

Kebutuhan pakan dalam 1 hari untuk 1 ekor ayam adalah 100 gram

Pembagian dan waktu pemberian pakan ayam petelur
1. Jam 7.00  ( pagi) diberikan 30 % sampai 40 %
2. Jam 15.00 (sore) diberikan 60 % sampai 70 %

Pemberian pakan lebih banyak sore hari karena keinginan makan ayam lebih besar pada jam tersebut. Usahakan juga pemberian pakan tepat waktu agar menghindari ayam stres.

Pola Pemberian Ransum Ayam Petelur

Memelihara ayam petelur komersial memang bukan perkara yang mudah, bahkan lebih sulit dibanding memelihara ayam pedaging. Selain jangka waktu pemeliharaannya yang lebih lama, manajemennya pun lebih kompleks. Meski demikian, bukan berarti usaha ini tidak menarik untuk dijalani. Ada beberapa tips dan trik khusus yang bisa diterapkan.

Dari beberapa manajemen pemeliharaan ayam petelur, seperti manajemen perkandangan, ransum, kesehatan, dan lain sebagainya, berikut akan kami bahas mengenai manajemen ransum khusus ayam petelur. Fokusnya terkait review jenis ransum, serta bagaimana pola dan teknik pemberian ransumnya.

Fakta Lapangan

Mengapa pemberian ransum pada ayam petelur perlu dibahas? Hal ini karena pengeluran biaya terbesar dari usaha peternakan berasal dari biaya pembelian ransum, yaitu sekitar 70-80%. Jadi, jika jumlah pemberian, kualitas, serta teknik pemberian ransum tidak diperhatikan oleh peternak, maka peternak akan menderita kerugian ekonomi.

Di lapangan sendiri, peternak ayam petelur mempunyai 2 pilihan penggunaan jenis ransum, yaitu ransum jadi dan ransum self mixing (meracik dan mencampur sendiri). Berikut beberapa fakta lapangan berkenaan dengan ransum ayam petelur yang berpeluang menimbulkan kerugian:

  • Berdasarkan periode pemeliharaannya, ransum ayam petelur dibedakan menjadi ransum starter, grower I, grower II, pre-layer, dan layer. Jenis ransum ini sebenarnya harus diberikan sesuai umur ayam. Jika tidak, maka peternak harus menerapkan beberapa teknik, salah satunya teknik pembatasan jumlah ransum atau penambahan beberapa supplemen.

  • Kita ketahui bersama bahwa harga ransum ayam petelur, terutama ransum jadi pabrikan, tidaklah murah. Pola harganya bahkan cenderung naik dari waktu ke waktu. Hal ini dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah dan jumlah ketersediaan bahan baku di lapangan. Untuk mengefisienkan pembelian ransum jadi, banyak peternak memilih melakukan self mixing. Untuk itu, tentunya peternak perlu memiliki pengetahuan lebih tentang harga dan supplier bahan baku, ketersedian bahan baku, serta teknik formulasinya. Jika tidak, bukan efisiensi yang didapat, justru pemborosan.

  • Bahan baku ransum untuk self mixing, terutama yang berasal dari lokal, tak jarang kualitasnya berubah-ubah. Maka dari itu, peternak perlu mengujikan sampel bahan baku dan ransum racikannya terlebih dahulu ke laboratorium, minimal setiap ada formulasi ransum yang baru. Persoalan jamur dan racunnya yang terkandung dalam bahan baku ransum (khususnya jagung) juga wajib diwaspadai. Tidak ada salahnya jika peternak mulai rajin berkonsultasi dengan tenaga lapangan/dokter hewan atau mengujikan kandungan mikotoksin (racun jamur) ke laboratorium untuk menghindari masalah berkenaan performa ayam.

  • Terakhir, ingat bahwa keberhasilan pemeliharaan ayam petelur di periode produksi ditentukan oleh kualitas pullet (ayam petelur dara)-nya. Salah satu parameternya, berat badan pullet harus sesuai dengan standar. Jika lebih atau kurang dari standar, maka produksi telur tidak akan maksimal.

Semua bahasan berkaitan dengan tata cara formulasi ransum dan self mixing, peternak bisa memperoleh informasinya pada artikel Info Medion edisi September 2011 dan Oktober 2013. Akan tetapi mengenai manajemen umum dan khusus pemberian ransum pada pullet dan ayam dewasa (sudah masuk masa produksi telur) akan kami bahas kali ini.

Manajemen Pemberian Ransum Secara Umum

Seperti telah dijelaskan di awal bahwa pemeliharaan ayam petelur secara umum dibagi atas 3 periode, yaitu periode starter, grower, dan layer. Di masing-masing periode ini, kebutuhan nutrisi ayam petelur berbeda-beda, terutama dilihat dari kebutuhan energi, protein, kalsium (Ca), serta fosfor (P)-nya seperti tercantum dalam Tabel 1. Untuk itu berikan ransum dengan kandungan nutrisi sesuai kebutuhan ayam. Jumlahnya pun harus sesuai standar yang ditetapkan oleh pihak breeder. Hal lainnya yang perlu dilakukan ialah:

  • Perhatikan bentuk dan tekstur ransum yang diberikan

    Secara alamiah, seekor ayam lebih menyukai ransum berbentuk butiran seperti crumble ataupellet. Jika saat periode starter dan grower, peternak mampu memberikan ransum berbentuk crumble, namun tidak dengan dengan periode layer. Saat periode layer dan seterusnya, umumnya peternak lebih memilih menggunakan ransum berbentuk mash/ tepung dengan alasan praktis dan menghemat biaya. Maka dari itu, agar konsumsi (feed intake) ransum ayam tersebut tetap tinggi sesuai standar, maka peternak perlu mempertimbangkan untuk melakukan potong paruh (debeaking) di kisaran umur 8-10 minggu. Dengan kondisi paruh rata bagian depan, maka ayam bisa mengambil ransum dengan jumlah banyak dalam sekali patuk.

  • Sediakan tempat ransum dan tempat minum dalam jumlah sesuai

    Sediakan jumlah tempat ransum dan tempat minum yang cukup sesuai jumlah populasi ayam dan letakkan tersebar rata ke seluruh kandang. Ketinggian tempat ransumnya perlu diatur agar sejajar dengan tinggi punggung ayam. Usahakan tempat ransum ayam jangan diisi full, karena kemungkinan pakan tercecer tinggi. Idealnya cukup ¾ dari kapasitas tempat ransum. Selain itu, kebersihan tempat ransum dan tempat minum ayam juga harus terjaga. Cuci tempat ransum dan air minum minimal 2 x sehari dan lakukan desinfeksi dengan cara direndam dalam larutan Medisep (15 ml tiap 10 liter air) selama 30 menit setiap 3-4 hari.

  • Berikan ransum pada jam yang tetap setiap hari

    Untuk ayam periode starter berikan ransum 4–9x dalam sehari secara ad libitum (selalu tersedia), karena pada periode tersebut pertumbuhan sangat cepat dan efisiensi ransum sangat tinggi. Pada periode grower dan finisher frekuensi pemberian ransum menjadi 2-3x dalam sehari dan perlu dipastikan sesuai dengan standar breeder. Pengurangan frekuensi ini dikarenakan pada periode tersebut nafsu makan dan konsumsi ransum tinggi namun pertambahan bobot badannya rendah. Pemberian ransum juga sebaiknya dilakukan saat suhu lingkungan nyaman untuk ayam. Pagi bisa diberikan antara pukul 05.00–07.30, sore antara pukul 14.00-16.00 atau malam antara pukul 18.00–21.00. Selain itu usahakan jumlah yang diberikan di pagi hari 30-40% dan sore sampai malam 60-70%. Yang perlu diingat ialah, berikan ransum pada jam yang tetap setiap harinya. Misalnya ransum diberikan setiap hari 2 kali pukul 07.00 dan 15.00. Pemberian ransum pada jam yang tetap ini bertujuan untuk menghindari ayam stres ketika ransum telat diberikan.

  • Menyediakan air minum

    Sediakan air minum yang bersih dan berkualitas secara ad libitum (tidak dibatasi) setiap hari karena jika konsumsi air minum rendah maka konsumsi ransum juga rendah.

  • Buat recording ransum secara lengkap

    Recording di sini meliputi pencatatan komposisi ransum, kondisi fisik, kandungan nutrisi, jumlah ransum yang habis, dan ransum yang tersisa. ransum yang akan diberikan hendaknya selalu ditimbang, sehingga bisa diketahui jumlah pakan yang habis. Bandingkan jumlah konsumsi ayam per harinya dengan standar breeder, sehingga performa ayam bisa dipantau terus-menerus. Data-data ini sangat bermanfaat untuk menghitung jumlah pengeluaran dan mengevaluasi performa ayam. Contohnya jika suatu saat konsumsi turun dibarengi dengan produksi telur yang juga turun, maka peternak bisa mengambil tindakan penanganan sesegera mungkin.

  • Lakukan kontrol secara rutin

    Saat memberikan ransum usahakan sekalian membersihkan tempat ransum dan mengecek air minum apakah masih tersedia.

Manajemen Pemberian Ransum Secara Khusus

Yang dimaksud pemberian ransum secara khusus di sini ialah langkah-langkah manipulasi pemberian ransum yang harus diambil oleh peternak ketika menghadapi masalah-masalah khusus di lapangan. Contohnya saja ayam tiba-tiba konsumsinya turun, bobot badannya kurang dari standar, dan lain sebagainya.

a) Saat pergantian ransum

Pergantian ransum sejatinya berpatokan pada pencapaian target bobot badan ayam, bukan berdasarkan umur ayam. Untuk itu, kunci penentuan kapan waktunya mengganti jenis ransum ialah dengan melihat data monitoring bobot badan. Contohnya jika bobot badan ayam saat umur 4 minggu masih berada di bawah target/standar (dimana seharusnya ransum starter sudah diganti dengan ransum grower), maka pemberian ransum starter sebaiknya diperpanjang sampai bobot badannya mendekati/mencapai standar. Namun jika perbedaan bobot badannya sangat jauh dari standar, maka peternak boleh mengubah formulasi ransum dengan menambah komposisi bahan ransum sumber energi, misalnya dengan menambah porsi jagung. Selain itu, untuk menghindari penurunan konsumsi, hindari pergantian ransum dalam waktu singkat. Lakukan pergantian ransum secara bertahap, yaitu:

  • Hari pertama = 75% ransum lama : 25% ransum baru

  • Hari kedua = 50 % ransum lama : 50% ransum baru

  • Hari ketiga = 25% ransum lama : 75% ransum baru

  • Hari keempat = 100% ransum baru

  • Sebelum dan selama pergantian ransum berikan multivitamin seperti Vita Stress untuk mencegah ayam stres

b) Saat konsumsi ransum turun

Selain akibat dari pergantian ransum yang cepat, turunnya konsumsi pakan bisa disebabkan pula oleh beberapa faktor:

  • Kondisi stres

Saat stres, respon ayam pertama kali adalah fokus meningkatkan laju metabolisme cadangan energi tubuh. Akibatnya laju pergerakan dan penyerapan usus akan melambat dan konsumsi ransum pun akan menurun (Ferket dan Gernat, 2006). Secara umum kondisi stres dalam kandang bisa disebabkan oleh 3 hal, yaitu heat stress (stres panas), kualitas udara yang rendah dan kualitas litter yang buruk. Saat heat stress ayam sering melakukan panting (megap-megap) untuk menstabilkan panas tubuhnya. Akibatnya ayam cenderung malas makan sehingga konsumsinya menurun. Untuk itu jangan berikan ransum di siang hari (sekitar pukul 11.00-13.00) karena pada kondisi heat stress, ayam justru akan banyak minum sehingga kotoran yang dihasilkan lebih basah. Dampaknya amonia meningkat, dan jika manajemen pengaturan sirkulasi udara serta penanganan litter-nya buruk, maka ayam akan stres dan secara tidak langsung konsumsinya akan turun.

  • Ketersediaan air minum

Jika ayam kekurangan air minum, maka ayam pun akan mengurangi konsumsi ransumnya. Hal ini karena konsumsi ransum berbanding lurus dengan konsumsi air minum.

  • Kandang terlalu padat

Terlalu padatnya kapasitas kandang bisa membatasi ruang gerak ayam untuk makan maupun minum. Akhirnya konsumsi turun dan pertumbuhan ayam terhambat.

  • Penolakan ransum

Penolakan ransum artinya ayam menolak untuk makan. Hal ini bisa dikarenakan ransum sudah berjamur, tengik, atau berkutu. Pada kasus dimana ransum dengan kondisi demikian tidak di mix (tercampur) dengan baik, maka ayam akan mencoba memilah-milah ransum tersebut. Akibatnya konsumsi pun akan lebih rendah dari biasanya. Di sisi lain tingginya kandungan serat kasar juga bisa mengakibatkan penurunan konsumsi karena palatabilitas (tingkat kesukaan) ransum menurun. Sedangkan bila dilihat dari kandungan EM (energi metabolisme), dari hasil riset diketahui bahwa ayam cenderung makan lebih sedikit ransum dengan kandungan EM yang tinggi, begitu pula sebaliknya.

  • Pencahayaan

Pemberian lighting (cahaya) yang kurang juga bisa menurunkan konsumsi ransum. Untuk itu, pengaturan pencahayaan yang baik, terutama di malam hari, sangat berguna untuk merangsang aktivitas makan. Contoh program pencahayaan yang bisa diaplikasikan di farm, tercantum dalam Tabel 3.

  • Kualitas ayam

Pada dasarnya ayam akan mengkonsumsi ransum sesuai daya tampung tembolok dan gizzardnya. Apabila sejak awal pemeliharaan, tembolok dan gizzard ayam tidak berkembang dengan baik, maka konsumsi ransumnya pun akan rendah dan tidak sesuai dengan standar.

  • Faktor penyakit

Penurunan konsumsi akibat serangan penyakit merupakan kasus yang paling umum ditemukan. Meskipun kasus yang berdampak secara langsung ialah kasus infeksi saluran pencernaan, namun kasus infeksi penyakit lain yang menyerang organ kekebalan juga bisa mempengaruhi tingkat konsumsi. Ketika ayam sakit, organ kekebalan akan bekerja mati-matian menghasilkan antibodi. Semakin banyak antibodi yang diproduksi, maka akan semakin besar pula energi yang diperlukan untuk membentuk antibodi tersebut. Akibatnya ayam akan terlihat lesu, lemah, mengantuk, dan lebih memilih untuk “diam” tidak melakukan aktivitas makan.

Setelah mengetahui faktor-faktornya, kita perlu menerapkan beberapa langkah agar konsumsi kembali normal, di antaranya dengan:

  • Pastikan kualitas fisik ransum masih bagus, seperti aroma masih segar dan bentuknya seragam, agar ayam mau makan. Agar pakan selalu segar, atur periode pemberian dan pembolak-balikan ransum sesering mungkin.

    Ransum yang sudah berjamur jangan diberikan karena selain mengandung mikotoksin (racun jamur), juga dapat menimbulkan efek imunosupresi (menurunkan kekebalan tubuh). Untuk itu, lakukan kontrol kualitas ransum sejak penerimaan bahan baku, saat pembongkaran, penyimpanan bahan baku, proses pembuatan dan saat penyimpanan ransum. Terapkan pula sistem FIFO (First In First Out), yaitu ransum yang pertama masuk dalam gudang maka digunakan yang pertama.

  • Cara lain agar nafsu makan ayam meningkat, percikkan sedikit air (yang sebelumnya sudah dicampur dengan vitamin) ke dalam ransum.

  • Atur sistem buka tutup tirai kandang dan jika perlu tambahkan kipas (fan) untuk membantu sirkulasi udara. Bisa juga dengan memberikan hujan buatan pada atap kandang. Jangan lupa pula untuk mengatur kepadatan kandang.

  • Berikan ransum dengan kandungan serat kasar sesuai standar agar tembolok dan gizzard berkembang dengan baik sejak awal.

  • Jika feed intake dari pemberian makan 2 kali sehari (pagi dan sore) masih kurang, maka peternak bisa menerapkan midnight feeding atau pemberian makan tengah malam. Midnight feeding dilakukan dengan teknik pemberian cahaya (menyalakan lampu) selama 1–2 jam di tengah malam, yaitu pukul 12.00–02.00 malam. Dengan teknik ini dilaporkan bahwa feed intake akan meningkat sekitar 2–5 gram/ekor/hari (Hyline management guide, 2013). Untuk itu teknik ini sangat cocok dan bisa diaplikasikan saat kondisi stres panas (heat stress), atau kapan saja ketika konsumsi ayam kurang dari standar. Setelah ayam melewati kondisi heat stress dan feed intake-nya kembali normal, segera hilangkan midnight feeding dengan mengurangi cahaya lampu di malam hari secara bertahap, misalnya 15 menit per minggu.

Kontrol Bobot Badan dan Keseragaman Ayam

Salah satu poin penting berikutnya yang menjadi tolak ukur keberhasilan usaha peternakan ayam petelur adalah kualitas pullet. Berbicara tentang kualitas pullet, tentu kita juga harus bicara mengenai pengaturan ransumnya, karena seperti telah disinggung sebelumnya bahwa pullet tidak boleh terlalu gemuk atau terlalu kurus.

Agar tidak kecolongan dalam mempersiapkan pullet berkualitas ini, maka ada 2 hal yang harus dilakukan peternak ayam petelur, yaitu :

1) Kontrol bobot badan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan kontrol berat badan ialah:

  • Jumlah sampel ayam yang ditimbang 50-100 ekor tiap kandang dan bisa ditingkatkan 5% jika dipelihara pada kandang baterai.

  • Penimbangan berat badan saat ayam petelur umur 0-2 minggu dilakukan secara berkelompok sedangkan umur > 3 minggu sebaiknya dilakukan per individu ayam.

  • Timbangan yang digunakan sebaiknya timbangan gantung dengan skala pembagi tidak lebih dari 50 gram

  • Saat umur 0-18 minggu kontrol berat badan sebaiknya dilakukan sekali per minggu, umur 18 minggu sampai puncak produksi dilakukan setiap 2 minggu sekali, dan setelah puncak produksi ayam hanya perlu ditimbang setiap bulan sekali.

  • Waktu penimbangan dilakukan pada waktu yang tetap, misalkan pada hari Senin pagi dengan kondisi tembolok kosong sehingga bias akibat waktu yang berbeda maupun berat ransum yang dikonsumsi bisa diminimalisir

  • Setelah penimbangan, hitung tingkat keseragaman ayam.

2) Hitung tingkat keseragaman ayam

Keseragaman memiliki kedudukan yang penting terhadap tingkat produktivitas ayam. Keseragaman ideal terjadi bila 80% dari populasi ayam berat badannya berkisar ±10% dari target. Flok yang keseragamannya berada di bawah standar akan menyebabkan produksi telur sulit mencapai puncak atau jadwal puncak produksi akan mundur dari standar. Selain itu, peternak juga akan kerepotan dalam memberikan ransum, karena ayam dengan bobot tidak seragam harus diberi ransum dan jam pencahayaan yang berbeda sebagai treatment. Berikut contoh meng-hitung tingkat keseragaman ayam:

  • Ambil sampel ayam sebanyak 100 ekor per kandang, kemudian timbang per ekor. Catat data bobot badan masing-masing ayam, setelah itu hitung rataannya. Misalkan dari 100 ekor ayam tersebut diketahui bobot badan rataannya 1,32 kg

  • Dari rataan bobot badan tersebut, maka nilai toleransinya adalah 10% x 1,32 kg = 0,132 kg

  • Batas toleransi atas: 1,32 kg + 0,132 kg = 1,452 kg

  • Batas toleransi bawah: 1,32 kg – 0,132 kg = 1,188 kg

  • Hitung jumlah ayam yang memiliki berat badan antara 1,188 kg dan 1,452 kg

  • Misalnya dari 100 ekor sampel ayam yang ditimbang diketahui ada 88 ekor yang masuk dalam rentang di atas, maka keseragaman (uniformity)-nya = 88 ekor/100 ekor x 100% = 88%

Berdasarkan hitungan di atas bisa disimpulkan bahwa keseragaman ayam cukup bagus karena memiliki tingkat keseragaman di atas standar (≥80%), yaitu 88%. Jika nilai rataan bobot badan 1,32 kg tersebut sesuai/mendekati standar breeder, maka peternak cukup merasa tenang dan tidak perlu melakukan treatment khusus (misalnya memberi ransum tambahan dll).

Namun jika diketahui tingkat keseragaman ayam rendah, maka pisahkan dan kelompokkan ayam berdasarkan bobot badannya misalnya dengan menciptakan kelompok bobot badan besar, medium, dan kecil, untuk mengurangi kompetisi konsumsi ransum. Selanjutnya, ayam dengan bobot kecil diberi ransum dengan kandungan nutrisi tinggi atau dengan menambah jumlah pemberiannya. Sedangkan untuk kelompok bobot badan besar, batasi pemberian ransumnya. Caranya dengan mengurangi jumlah ransum 5-15% dari jumlah normal. Semua treatment ini diaplikasikan hingga bobot badan ayam kecil bisa mengejar ketertinggalan bobot badan dan bobot badan ayam besar bisa berkurang mendekati berat medium.




Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.